“Marah itu gampang. Tapi marah kepada siapa, dengan kadar kemarahan yang pas, pada saat dan tujuan yang tepat, serta dengan cara yang benar itu yang sulit”
(Aristoteles)
TUHAN itu FAIR. Tak meratakan hamba-Nya untuk seluruhnya jadi kaya, tampan dan cantik. Namun DIA anugerahkanmu 1001 rupa emosi tanpa diskriminatif. Terurailah fasilitas emosi itu berlabel marah, getirnya kecewa, pahitnya patah hati, berseri-serinya jatuh cinta, onde mande enaknyo gembira, asyiknya senang, buruknya muak, ora mudhengnya bosan, kacaunya galau, dan seterusnya. Begitu indah kreasi Tuhan, menautkan Gejala Emosi itu pada setiap insan, menambatkan pernak-pernik emosi di bilik perasaan, di tiap sukma, di tiap jiwa, jiwa yang hidup (Sebab, Yang T’lah Berpulang, infrastruktur emosi itu, telah dicabut, dikosongkan, ditiadakan).
Siapakah Engkau?
Anda dipastikan terhambat dalam perkara interaksi dengan nyaman tanpa menemu-kenali warna-warni kejiwaan Anda. Anda wajib membuat list karakter itu! Itu konsep dasar dalam merangkai aktifitas pergaulan. Kenapa? Sebab di catatan ‘karakter mendalam’ itu, dijejali gelombang elektromagnetik jiwa di sana. Jiwa itu bergelombang, memiliki arus, punya energi untuk take and give stimulan ekternal-internal. Tarulah Anda telah sukses membuat kategori pembawaan Anda: pemarah, mudah menyerah, tukang malu, tak sabaran, cemburuan, sedikit angkuh, ngomong sak enake dhewe.
Akui saja bahwa sifat-sifat negatif itu (bukan buruk, red), rawan untuk dibawa-bawa. Maka, penting bingit Anda mengendalikannya, melunakkannya, menjinakkannya bukan melenyapkannya. Sebab, tiada sifat yang bisa dilenyapkan. Sifat itu: positif-negatif, ia butuh shockbreaker, gunanya untuk menjaga dan merawat keseimbangan dan dinamika kejiwaan serta margin hidup Anda. Tiada sifat yang salah kecuali berlebihan. Sebab lagi, segala yang berlebihan, cenderung tak baik.
Latih dan Ujilah!
Jangan sangkakan bahwa ‘hanya’ menulis di Kompasiana membutuhkan latihan dan ujian! Marahpun harus ‘dilatih’ dan diuji. Bila saja Anda masih demen ngoceh di jalan raya akibat knalpot motor meraung-raung, maka Anda masih tergolong manusia pemarah. Besok, coba lagi. Masih gagal? Coba lagi hingga akhirnya, tabiat pengendara motor yang doyan membisingkan jalan raya, Anda anggap normal, dan itu perkara sangat lumrah di tanah air. Itu orkestra transportasi kita. Katakan saja, bahwa anak muda bergemuruh knalpot motornya adalah cerminan masa mudaku, akupun pernah begitu.
***
Menyaksikan pengendara menerobos traffic light, itu biasa. Bersegeralah jinakkan amarah itu dengan bertutur dalam hati: “Sepertinya orang itu buru-buru, mungkin ia ke rumah sakit menjenguk ayahnya yang sedang koma”. Anda kian akan stabil kembali bila saja Anda sukses menguatkan ucapan itu dengan kalimat mendalam serupa ini: “Ia tahu bahwa menerobos lampu merah adalah salah. Ia bisa tewas kalau-kalau ditabrak oleh kendaraan yang berbeda haluan. Tak mungkinlah orang itu menyabung nyawa untuk urusan sepele, itu pasti urusan darurat”.
Menyetel Radio
Pernahkah Anda menyetel radio, tiba lagu terdengar adalah lagu kesukaan Anda? Riset membuktikan bahwa 100% membesarkan volumenya (dalam kondisi normal, red). Riset ini tak dapat disangkali lagi. Itu teramat wajar karena Anda sedang meluapkan energi kesenangan Anda. Maukah Anda menahan diri agar volume radio itu tak diganggu? Maukah Anda membiarkannya? Bila Anda mau maka Anda telah sukses mengontrol emosi Anda. Dan inilah yang dititahkan Kompasianer Makassar ini bahwa emosi positif dan emosi negatif sama pentingnya untuk dikendalikan.
Kedua tamsil di atas, telah cukup untuk Anda kembangkan ke contoh-contoh lainnya, telah adekuat untuk melakukan pelbagai training uji emosi dalam kehidupan ini, sebab hidup ini sepaket dengan interaksi sosial, koneksi lingkungan dan hubungan antar individu, kelompok, keluarga, masyarakat dan bangsa. Pulalah, hidup ini sepaket dengan problem, siapa yang cerdas emosinya, dialah pemenangnya.
***
Kemudian, manusia itu seluruhnya ‘idealis’, semuanya hendak menempatkan segala sesuatu secara teratur, laksana teraturnya matahari terbit di pagi hari, dan terbenam di sore hari. Tuhan begitu ‘cantik’ memberi ‘kuliah’ kepada hamba-Nya via sabda alam yang billisani, tak tertulis tapi terbaca. Inilah penutup artikelku, semoga dijumput hakikat kalimat akhir ini bahwa manusia tak suka ketidakaturan, inilah yang membuat manusia tersulut emosi. Karena Anda suka keteraturan maka emosi Andapun mesti diatur baik-baik, diorganisir dengan sistematis, terstruktur dan masif. Hahaha….
Dan itulah yang kerap disebut BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI^^^
(Aristoteles)
TUHAN itu FAIR. Tak meratakan hamba-Nya untuk seluruhnya jadi kaya, tampan dan cantik. Namun DIA anugerahkanmu 1001 rupa emosi tanpa diskriminatif. Terurailah fasilitas emosi itu berlabel marah, getirnya kecewa, pahitnya patah hati, berseri-serinya jatuh cinta, onde mande enaknyo gembira, asyiknya senang, buruknya muak, ora mudhengnya bosan, kacaunya galau, dan seterusnya. Begitu indah kreasi Tuhan, menautkan Gejala Emosi itu pada setiap insan, menambatkan pernak-pernik emosi di bilik perasaan, di tiap sukma, di tiap jiwa, jiwa yang hidup (Sebab, Yang T’lah Berpulang, infrastruktur emosi itu, telah dicabut, dikosongkan, ditiadakan).
www.goodtherapy.org |
Anda dipastikan terhambat dalam perkara interaksi dengan nyaman tanpa menemu-kenali warna-warni kejiwaan Anda. Anda wajib membuat list karakter itu! Itu konsep dasar dalam merangkai aktifitas pergaulan. Kenapa? Sebab di catatan ‘karakter mendalam’ itu, dijejali gelombang elektromagnetik jiwa di sana. Jiwa itu bergelombang, memiliki arus, punya energi untuk take and give stimulan ekternal-internal. Tarulah Anda telah sukses membuat kategori pembawaan Anda: pemarah, mudah menyerah, tukang malu, tak sabaran, cemburuan, sedikit angkuh, ngomong sak enake dhewe.
Akui saja bahwa sifat-sifat negatif itu (bukan buruk, red), rawan untuk dibawa-bawa. Maka, penting bingit Anda mengendalikannya, melunakkannya, menjinakkannya bukan melenyapkannya. Sebab, tiada sifat yang bisa dilenyapkan. Sifat itu: positif-negatif, ia butuh shockbreaker, gunanya untuk menjaga dan merawat keseimbangan dan dinamika kejiwaan serta margin hidup Anda. Tiada sifat yang salah kecuali berlebihan. Sebab lagi, segala yang berlebihan, cenderung tak baik.
Latih dan Ujilah!
Jangan sangkakan bahwa ‘hanya’ menulis di Kompasiana membutuhkan latihan dan ujian! Marahpun harus ‘dilatih’ dan diuji. Bila saja Anda masih demen ngoceh di jalan raya akibat knalpot motor meraung-raung, maka Anda masih tergolong manusia pemarah. Besok, coba lagi. Masih gagal? Coba lagi hingga akhirnya, tabiat pengendara motor yang doyan membisingkan jalan raya, Anda anggap normal, dan itu perkara sangat lumrah di tanah air. Itu orkestra transportasi kita. Katakan saja, bahwa anak muda bergemuruh knalpot motornya adalah cerminan masa mudaku, akupun pernah begitu.
***
Menyaksikan pengendara menerobos traffic light, itu biasa. Bersegeralah jinakkan amarah itu dengan bertutur dalam hati: “Sepertinya orang itu buru-buru, mungkin ia ke rumah sakit menjenguk ayahnya yang sedang koma”. Anda kian akan stabil kembali bila saja Anda sukses menguatkan ucapan itu dengan kalimat mendalam serupa ini: “Ia tahu bahwa menerobos lampu merah adalah salah. Ia bisa tewas kalau-kalau ditabrak oleh kendaraan yang berbeda haluan. Tak mungkinlah orang itu menyabung nyawa untuk urusan sepele, itu pasti urusan darurat”.
Menyetel Radio
Pernahkah Anda menyetel radio, tiba lagu terdengar adalah lagu kesukaan Anda? Riset membuktikan bahwa 100% membesarkan volumenya (dalam kondisi normal, red). Riset ini tak dapat disangkali lagi. Itu teramat wajar karena Anda sedang meluapkan energi kesenangan Anda. Maukah Anda menahan diri agar volume radio itu tak diganggu? Maukah Anda membiarkannya? Bila Anda mau maka Anda telah sukses mengontrol emosi Anda. Dan inilah yang dititahkan Kompasianer Makassar ini bahwa emosi positif dan emosi negatif sama pentingnya untuk dikendalikan.
Kedua tamsil di atas, telah cukup untuk Anda kembangkan ke contoh-contoh lainnya, telah adekuat untuk melakukan pelbagai training uji emosi dalam kehidupan ini, sebab hidup ini sepaket dengan interaksi sosial, koneksi lingkungan dan hubungan antar individu, kelompok, keluarga, masyarakat dan bangsa. Pulalah, hidup ini sepaket dengan problem, siapa yang cerdas emosinya, dialah pemenangnya.
***
Kemudian, manusia itu seluruhnya ‘idealis’, semuanya hendak menempatkan segala sesuatu secara teratur, laksana teraturnya matahari terbit di pagi hari, dan terbenam di sore hari. Tuhan begitu ‘cantik’ memberi ‘kuliah’ kepada hamba-Nya via sabda alam yang billisani, tak tertulis tapi terbaca. Inilah penutup artikelku, semoga dijumput hakikat kalimat akhir ini bahwa manusia tak suka ketidakaturan, inilah yang membuat manusia tersulut emosi. Karena Anda suka keteraturan maka emosi Andapun mesti diatur baik-baik, diorganisir dengan sistematis, terstruktur dan masif. Hahaha….
Dan itulah yang kerap disebut BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI^^^
sumber http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan
0 komentar:
Post a Comment