Dalam kitab At-Tahrim disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Bani Umayyah ada seorang wakil gubernur yang zalim bernama Hajjaj bin Yusuf. Selama berkuasa, Hajjaj justru menghukum orang yang membela kebenaran, bahkan ia telah memfitnah seorang ulama bernama Sa’id bin Jubair sebagai pemberontak. Akhirnya ia menyuruh pengawalnya untuk menangkap Sa’id.
Setelah beberapa hari dalam pencarian, akhirnya Sa’id dapat ditemukan dan dibawa ke Baghdad untuk dihadapkan kepada penguasa yang lalim itu. Setibanya di istana, terjadi dialog antara Sa’id bin Jubair dan Hajjaj bin Yusuf.
“Siapa nama Anda?” tanya Hajjaj.
“Sa’id bin Jubair (yang bahagia anak orang yang teguh),” jawab Sa’id.
“Tidak, nama yang layak untukmu adalah Syaqiy bin Kusair (Si celaka anak si pecah),” hardik wakil gubernur zalim itu.
“Wahai penguasa, yang memberi nama adalah orang tua, Anda tidak berhak mengubahnya,” protes Sa’id.
“Kalau begitu, celakalah kamu dan ibu bapakmu yang memberi nama seperti itu, kamu semua pengkhianat dan wajib dihukum pancung,” kata Hajjaj yang mulai terpancing emosi.
“Saya bukan pengkhianat, Anda tidak dapat mencela seperti itu, hanya Allah Yang Maha Kuasa,” ujar Sa’id.
“Diam..!! jangan banyak bicara, sekarang ini juga aku akan mengirimmu ke neraka,” bentak Hajjaj dengan marah.
“Jika saya tahu bahwa Anda berkuasa menentukan tempatku di akhirat, maka tentu sejak dari dulu saya menyembah Anda,” tegas Sa’id.
Penguasa Zalim.
Pernyataan Sa’id membuat Hajjaj makin geram. Lalu Hajjaj menyuruh salah seorang prajuritnya supaya mengeluarkan permata dan mutiara untuk diletakkan di hadapan Sa’id.
“Apakah kamu sudi meminta ampunanku dan menerima permata itu?” kata Hajjaj.
“Tidak, saya hanya mau meminta ampunan kepada Allah, tidak kepada Anda, harta itu tidak dapat menyelamatkan diri Anda dari dahsyatnya hari kiamat,” kata Sa’id.
Karena kesal tidak dapat membujuk Sa’id, akhirnya Hajjaj memanggil beberapa pengawal. Hajjaj menyuruh untuk membawa dan membunuh Sa’id. Para pengawal dengan sigap memenuhi titah Hajjaj. Namun ketika mendekati pintu, Sa’id tersenyum. Seorang pengawal memberitahukan hal itu kepada Hajjaj.
“Mengapa kamu tersenyum?” tanya Hajjaj.”
“Saya tersenyum karena heran melihat Anda yang berani melawan Allah,” ujar Sa’id.
Selanjutnya para prajurit sibuk meyiapkan pedang, hamparan kulit kerbau yang biasa digunakan untuk menampung darah dan bangkai orang yang dihukum pancung di hadapan khalayak ramai.
Sa’id dipegang kuat-kuat, namun ia tidak melawan, malahan dengan tenang ia hadapkan wajahnya ke langit, sedangkan bibirnya tidak henti-hentinya meyebut Asma Allah.
Melihat demikian, Hajjaj semakin geram.
“Tundukkan dan tekan kepalanya,” katanya.
Mati Khusnul Khatimah.
Sa’id tidak peduli lagi dengan ocehan Hajjaj. Ketika ia memalingkan wajahnya ke kiblat, Hajjaj menyuruh para pengawal untuk memutar wajahnya sehingga membelakangi kiblat.
Kendati demikian, ia masih saja membaca ayat Al Qur’an,
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya,
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah[1]. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Makna [1].
Disitulah wajah Allah, maksudnya kekuasaan Allah meliputi seluruh alam, sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah.
(QS. Al Baqarah: 115).
“Cepat potong lehernya,” teriak Hajjaj.
Pedang itupun dengan cepat memotong lehernya, dan Sa’id meninggal dunia setelah mengucap dua kalimat syahadat.
Namun ada sebuah kejadian aneh tatkala kepala Sa’id terpisah dari badannya. Semua yang hadir tercengang karena menyaksikan kepala Sa’id yang terpisah dari badannya tersebut masih sempat menyebut Asma Allah dengan senyuman yang mengejek dunia.
سبحا ن الله
Beberapa hari kemudian, Hajjaj semakin tersiksa batinnya dan mengalami penyakit gila. Dan tak lama kemudian pula, Hajjaj pun mati.
sumber http://www.cerita-islami.com/
0 komentar:
Post a Comment