Tadabbur Surat Al-Baqarah Ayat 246-252

Ilustrasi-Inet

Tadabbur Surat Al-Baqarah Ayat 246-252: Thalut, Dawud, Jalut; Anugerah Kepemimpinan, Seleksi Ketaatan dan Runtuhnya Mitos Kezhaliman

Nabi Musa Astelah wafat. Tugas risalahnya telah purna dan pengorbanannya untuk Bani Israil juga berakhir. Ajal yang ditetapkan Allah tak dapat diundur atau diajukan. Meski malaikat maut yang akan menjemputnya sempat mengadu kepada Allah ketika penyamarannya sebagai manusia berujung reaksi keras Nabi Musa As yang mencolok matanya. Malaikat mengadu pada Tuhannya, “Ya Rabb, Engkau utus aku kepada hamba-Mu yang tak menginginkan kematian”.

Ternyata, penggalan kisah tersebut hanya salah paham yang disebabkan minimnya informasi yang sampai kepada Nabi Musa dan sang malaikat. Terbukti, ketika Allah menitahkan kembali untuk menawarkan kepada Nabi Musa supaya beliau meletakkan telapak tangannya di perut sapi liar (tsaur) dan setiap bulu akan dihitung satu tahun kehidupan. Namun, Sang Nabi menolak. Karena jika ajal sudah tiba, berarti perjumpaannya dengan kekasihnya akan menjadi nyata. Nabi Musa memilih berdoa agar dimatikan di tempat yang semakin dekat dengan tanah suci yang –dulu- pernah dijanjikan kepada Bani Israil, Palestina.

Sepeninggal Musa As, risalah kenabian tidaklah terhenti atau putus. Estafet tersebut berlanjut dengan diutusnya para nabi setelahnya. Ada yang berpendapat, Yusya’lah penerus pertama beliau, kemudian dilanjutkan oleh Samuel. Demikian tutur sebagian pakar tafsir. Termasuk di antaranya Ibnu Katsir dalam Tafsîr al-Qur’ân al-Azhîm yang juga menuangkan pendapatnya dalam bukunya Qashash al-Anbiyâ’.

Rupanya, penyesalan Bani Israil sangat mendalam karena penolakan mereka atas tanah Palestina yang pernah dijanjikan Allah kepada mereka. Hukuman Allah yang membuat mereka terkatung-katung pada akhirnya menjadikan sebagian mereka tersadar akan kelalaian berjihad dan keengganan berkorban untuk menjemput kemenangan yang sudah dipastikan Allah melalui janji-Nya sebagaimana disampaikan Musa As.

Hal inilah –mungkin- diantara sekian sebab yang menjadikan beberapa tokoh Bani Israil memberanikan diri menghadap Sang Nabi Penerus untuk membicarakan mimpi-mimpi tanah suci dan perjuangan menuju ke sana. Keluar dari kehinaan, kenistaan dan keterpurukan yang Allah timpakan akibat maksiat dan penolakan berjihad di masa lampau.

“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah.” Nabi mereka menjawab, “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.” Mereka menjawab, “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami?” Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling. Kecuali beberapa saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zhalim.” (QS. al-Baqarah [2]: 246)

Cerita singkat ini menggambarkan bahwa sifat pengecut tidak benar-benar hilang di tengah-tengah mereka. Ada kepribadian ganda menyelinap di antara rasa sesal sebagian mereka. Sebagian lagi sudah mulai nyaman dengan kondisi yang sebenarnya pun tak bisa disebut ideal. Terkatung-katung di tengah ketidakpastian dan berada di padang tîh dalam keadaan yang jauh dari nyaman.

Prediksi Sang Nabi menjadi kenyataan. Kedatangan sebagian tokoh Bani Israil tidaklah mewakili keseluruhan Bani Israil yang ada atau bahkan yang telah insaf sekali pun. Nabi mereka menjawab, “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang”. Dan benar! Meski kekhawatiran ini mereka jawab, “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami?”. Nantinya, hanya sedikit saja di antara mereka yang memenuhi panggilan jihad dan perlawanan terhadap rezim jabbârin di Palestina, Jalut yang zhalim.

Pada ayat berikutnya, Allah menuturkan proses turunnya pertolongan-Nya dengan sangat meyakinkan dan alur yang menegangkan. Dimulai dari pemilihan Thalut sebagai raja mereka.

“Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 247)

Sang Nabi Penerus menjelaskan bahwa Allah telah mengutus Thalut dan mengangkatnya sebagai raja bagi Bani Israil. Para tokoh tersebut terkejut. Sebagian di antara mereka mengira bahwa yang akan terpilih adalah salah seorang di antara mereka yang dibahasakan al-Quran dengan al-Mala’. Tapi, nyatanya yang muncul adalah figur yang unpredictable. Sosok yang sama sekali tidak diperkirakan oleh mereka sebelumnya. Bahkan nantinya, muncul resistensi yang cukup kuat.

Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?”

Mereka mengira bahwa otoritas kekuasaan dan pemerintahan akan berada di antara mereka. Tapi, ternyata tidak. Penolakan mereka menurut ayat di atas berdasarkan dua hal:
Kekuasaan dan pemerintahan lebih berhak dipegang oleh salah satu di antara mereka. Karena mereka merasa mewakili Bani Israi.l
Thalut bukan figur yang menonjol kekayaan materinya yang mereka tuturkan dengan “al-Mâl”

Dua hal tersebut dijawab langsung oleh Sang Nabi, “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”.

Kelebihan Thalut:
  1. al-Mushthafâ (pilihan Allah).
  2. Diberikan keluasan ilmu.
  3. Dianugerahi fisik yang kuat dan perkasa.
Kemudian standar materi sama sekali tidak dipakai oleh Allah. Di dalam ayat ini, Allah menggunakan dua redaksi yang berbeda yang saling menguatkan eksistensi kedua maknanya.
  • Pertama, ba’atsa yang berarti mengutus/mengangkat (sebagai raja)
  • Kedua, isthafâ yang berarti memilih (di antara akar katanya shafâ’– ishthifâ yang bermakna kemurnian)
Yang pertama menunjukkan al-Mab’uts adalah otoritas pengangkatan sebagai raja berasal dari Allah. Dia adalah anugerah Allah yang tak terbantahkan. Harus diterima dengan taat dan penuh ketundukan. Raja Thalut bukan dipilih manusia. Tidak pula direkomendasikan para malaikat. Bahkan tidak juga diusulkan oleh Nabi mereka. Atau muncul dari kalangan yang menonjol di Bani Israil. Tapi Thalut adalah pilihan Allah. Titah langit untuk bumi.

Yang kedua menunjukkan al-mushthafâ sebagai proses pemilihan dan kemurnian yang dihasilkan dari proses tersebut. Terbaik di antara orang-orang baik. Bagaikan madu yang disarikan melalui lebah dari saripati bunga-bunga. Maka pengangkatan Thalut oleh Allah sebagai raja tidak seperti menghadirkan makhluk lain –superpower- di tengah-tengah Bani Israil. Tetapi, ia adalah manusia biasa dan berada di tengah-tengah mereka. Allah justru ingin menegaskan proses pemilihan tersebut berjalan natural dengan bimbingan-Nya. Dia adalah yang terbaik di antara yang ada. Dan nantinya menjadi pembuka dan sebagai pendahuluan untuk memunculkan figur lainnya yang lebih baik lagi, yaitu Dawud muda yang kelak akan menggantikan kedudukannya sebagai raja sekaligus Nabi bagi Bani Israil.

Sungguh lembut rekayasa Allah dalam memunculkan tokoh dan menganugerahi pemimpin yang diperlukan Bani Israil. Pemimpin yang diperlukan untuk mengeluarkan mereka dari kepengecutan. Mengangkat mereka dari kemalasan dan keengganan berkorban. Menarik kuat mereka dari kehinaan dan kenistaan akibat melanggar titah Tuhan. Pemimpin yang berwawasan dan berbadan kuat.

Sang Nabi Penerus melanjutkan kompetensi dan karakteristik kepemimpinan Thalut.

“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka, “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya Tabut kepadamu. Di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun. Tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (QS. al-Baqarah [2]: 248)
Thalut diyakini sebagai figur yang dijanjikan mampu mengembalikan Tabut yang hilang dan dirampas dari mereka. Atau penafsiran kedua secara zhahir, Allah akan mengembalikan Tabut tersebut melalui malaikat yang membawanya.

Ibnu Katsir, juga para pakar tafsir klasik lainnya memuat beberapa riwayat mengenai bentuk fisik Tabut tersebut. Sebagian besar mendiskripsikannya berupa peti berbentuk kotak empat persegi panjang. Tapi, penulis –sengaja- tidak menghadirkan riwayat-riwayat tersebut atau analisa dari riwayat tersebut demi ringkasnya tadabbur.

Yang menarik justru kalimat setelah Tabut yang dituturkan dengan redaksi “فِيهِ سَكِينَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ” (di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu). Seolah Allah ingin menekankan makna Tabut tersebut benar-benar menjadi “pusaka” spirit dan pasokan mental bagi Bani Israil. Secara fisik, Tabut memuat peninggalan Musa dan Harun ‘Alaihimassalam.

Banyak pendapat mengungkapkan apa sesungguhnya Tabut tersebut. Sebagian menyatakan berisi Alwâh, lembaran-lembaran Kitab Taurat. Tetapi kata sakinah” lebih berdimensi ruh dan sipiritual. Bahwa Tabut tersebut adalah salah satu sumber spirit bagi Bani Israil. Ia ibarat sang saka merah putih di era perlawanan gerilyawan dan pejuang Indonesia melawan penjajahan Belanda atau Jepang.

Ia bagaikan seonggok besi tua berwujud becak di salah satu sudut rumah mewah di pelataran rumah megah seorang kaya raya. Ketika sang pemilik rumah bepergian, sang anak mencoba merapikan halaman dan menjual besi tua tersebut dengan tujuan merapikan taman dan pekarangan rumah. Ketika sang ayah kembali, ia terkejut karena besi tua tersebut telah hilang. Lalu ia memerintahkan anaknya untuk mencari becak tua sampai berhasil mendapatkannya kembali.

Sang anak pun terheran-heran, mengapa besi tua itu sangat berarti bagi ayahnya yang sangat kaya raya. Sang ayah dengan penuh penekanan bertutur bahwa ia dulunya adalah seorang tukang becak. Ia ingin menjelmakan becak tersebut sebagai Tabut bagi anak-anaknya yang akan memutar kembali kisah perjuangannya. Sebagai teladan dan buah tutur kekuasaan Allah terhadapnya.

Kira-kira demikianlah visualisasi Tabut. Agar terhadirkan di tengah Bani Israil kegigihan perjuangan Musa yang harus rela jauh dari keluarga aslinya. Besar di tengah rezim kezhaliman. Lalu melawan kezhaliman yang sumbernya juga adalah ayah angkatnya, Fir’aun. Setelah itu pun, Musa dengan sabarnya menyertai kaumnya dengan berbagai permintaan yang melampaui batas. Musa menyertai mereka saat Allah menghukum mereka di padang Tih.

Umat Islam pun saat ini bisa menghadirkan Tabut-tabut baru yang menjadi sarana datangnya sakinah. Tabut peninggalan Nabi Muhammad Saw itu bisa berupa mushaf-mushaf yang ada dalam genggaman kita. Dengan melihat mushaf yang kita pegang, memutar memori kita pada perjuangan Nabi Muhammad Saw saat menerima dan menyampaikan risalah kenabian-Nya.

Bagi sepasang suami istri, Tabut keluarga mereka bisa berupa cincin pernikahan yang disimpan. Saat usia pernikahan emas mereka, kotak kecil berisi cincin tersebut akan memutar kembali memori indah saat-saat mereka memadu cinta dan harmoni dalam ikatan suci yang dicatat malaikat-Nya.

Lalu, Allah mengisahkan kepemimpinan Thalut.

Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah [2]: 249)

Thalut meninggalkan Bani Israil yang enggan memenuhi panggilan jihad dan kewajiban yang Allah turunkan untuk mereka. Thalut pun penuh percaya diri dan menyampaikan ujian atau seleksi pertama berupa sungai. Thalut mengatakan, “Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali mengambil seciduk tangan, maka dia adalah pengikutku.” Kenyataan mengungkapkan bahwa mereka yang lolos ujian ini sangat sedikit.

Imam Qatadah menyebutkan jumlah mereka hanya empat ribu dari enam puluh atau tujuh puluh ribu pasukan. Dari pasukan yang sedikit itu muncul keraguan sebagian di antara mereka, “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Tapi sebagian mereka menguatkan lagi, mengukuhkan kembali iman dan keyakinan mereka, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Golongan kecil itu disebut Allah sebagai “Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah.” Orang yang berkeyakinan akan berjumpa dengan Allah bukanlah mereka yang frustasi dengan kehidupan. Mereka tidaklah orang yang menyia-nyiakan anugerah kehidupan ini. Justru, mereka menegaskan pentingnya usaha untuk menjemput kemenangan yang dijanjikan Allah:
  1. Mengesampingkan apapun hasil perjuangan mereka. Jika menang di dunia, maka tugas mereka akan terus berlanjut untuk merekayasa kebaikan supaya tersebar dengan luas dan mudah. Jika mereka gugur sebagai syahid, maka takkan sia-sia. Justru Allah akan menanti mereka dengan derajat dan kedudukan mulia di sisi-Nya.
  2. Dalam perjuangan kuantitas memang perlu. Tapi, di atas semuanya yang menentukan adalah Allah. Maka saat ini, yang lebih diperlukan adalah kualitas dan meledakkan potensi kemenangan melalui ikhtiar dan usaha maksimal.
Alur cerita ini seolah menjadi tenang dengan penegasan, “Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” Tapi cerita berlanjut dengan ketegangan berikutnya.

“Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, mereka pun (Thalut dan tentaranya) berdoa, “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah [2]: 250)

Doa tulus ini muncul dari kekuatan iman di saat kondisi realitas seolah mereka akan segera dikalahkan Jalut dengan segala mitos dan kuantitas tentaranya ataupun perlengkapan fisik mereka yang melebihi Bani Israil yang dibawa Thalut. Maka mereka pun dengan segala ketundukan memohon kesabaran, kekuatan pertahanan dan pertolongan atas orang-orang kafir.

“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan Daud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. al-Baqarah [2]: 251)

Dengan segala keangkuhan dan kesombongan, Jalut menantang Bani Israil untuk mengirim orang terbaiknya, tanding dengannya. Jalut pun menjanjikan pasukan dan kerajaan bagi siapa saja yang bisa mengalahkannya.

Jalut terpedaya oleh mitos yang dibuat-buat para penjilatnya. Benar, ia perkasa dan kuat dengan prestasi-prestasinya. Tetapi, ia lupa bahwa saat ia merendahkan orang lain dan menganggap dirinya paling kuasa, sejatinya pelan-pelan ia telah menggali kuburnya. Ia terlalu silau dengan popularitasnya. Ia terbius oleh angin puji-puji yang tak sekalipun menyinggung kekurangannya. Tak ada yang berani mengkritiknya. Tak ada yang berani melawan titahnya. Ia terbiasa mendengar paduan kata ketundukan. Telinganya selalu mendengar ketundukan padanya tanpa tahu apa motif ketundukan tersebut; loyalitas atau kemunafikan.

Tanpa diduga, seorang remaja muncul dari barisan Bani Israil yang barangkali berpikir berkali-kali untuk maju menandingi Jalut dengan segala mitosnya. Dawud muda maju dengan sebuah ketapel mungil di tangannya.

Ribuan pasang mata memandanginya tak percaya. Bocah inikah yang maju? Waraskah akal sehatnya? Ia akan menyerahkan nyawanya di tangan sang zhalim durjana. Sejenak suasana hening penuh tanda tanya.

Mari, visualisasikan kesombongan Jalut dengan tawa terbahak-bahak yang meledak sekaligus meremehkan Dawud kecil yang menurutnya bukan tandingannya. Bahkan jagoan mereka pun diragukan bisa menandingi Jalut. Apalagi Dawud. Apalagi bocah kecil itu tak bersenjata kecuali ketapel kecil di tangannya.

Tawa sombong dan angkuh itu segera terhenti. Kembali semua mata memandang. Mitos yang dibesar-besarkan itu tersungkur oleh sebiji batu kecil yang diayunkan Dawud muda.

Sang Zhalim itu lupa akhir kisah para pendahulunya. Namrud si angkuh terbunuh dengan seekor lalat yang Allah kirim memasuki tenggorokannya melalui hidungnya. Fir’aun si sombong lain yang mengaku tuhan tak berdaya diombang-ambingkan ombak Laut Merah. Ia mati tenggelam. Keduanya mati terhina. Bukan mati di tangan pendekar atau orang hebat. Tetapi mereka mati dengan cara terhinakan.

”Kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.”

Dawud muda pun tidak instan menjelma raja. Tapi Allah menempanya untuk dijadikan pewaris kerajaan Thalut setelah ia wafat. Benar, setelah mengalahkan Jalut, ia menjelma sebagai pahlawan yang Allah angkat dari posisi sebelumnya yang tak dikenal kaumnya. Dawud muda sang penggembala kambing, seorang pemuda biasa.

Yang menarik dari redaksi ayat di atas adalah, “فَهَزَمُوهُم بِإِذْنِ اللَّهِ” (mereka mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah). Dan bisa jadi, kekalahan tersebut tanpa didahului pertumpahan darah. Karena Allah segera menjelaskan proses kekalahan mereka yaitu dengan “وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ” (dan Daud membunuh Jalut). Dawud membunuhnya dalam tanding dengan Jalut yang menantang Bani Israil dengan penuh keangkuhan dan kesombongan.

Allah meruntuhkan simbol kezhaliman dan keangkuhan tersebut. Allah memupuskan semua mitos yang dipalsukan. Dengan satu kematian saja, Jalut. Meskipun, tidak menutup kemungkinan proses itu terjadi di tengah kecamuk perang dan korban jiwa yang berjatuhan.

Tetapi penulis memilih penafsiran pertama. Bahwa Allah cukup mematikan simbol dan ruh kezhaliman tersebut melalui seorang anak muda dengan senjata seadanya. Itulah kekalahan yang baik. Kemenangan yang berkah. Kemenangan dengan mengalahkan yang bukan berarti membunuh dan menghancurkan. Kemenangan yang diraih dengan sportifitas yang tinggi meski diremehkan lawan. Kemenangan yang diraih dengan keberanian yang penuh optimisme meski sangat tidak diunggulkan. Kemenangan yang berpijak pada keyakinan akan janji dari Sang Pemberi kemenangan.

Dan itulah sunnah Allah. Akan selalu Dia kirimkan tokoh protagonis yang akan hentikan kezhaliman, pupuskan mimpi angkuh sang durjana, robohkan mitos yang dibesar-besarkan dengan omong kosong dan rekayasa yang didengung-dengungkan untuk menakut-nakuti hamba Allah yang menebar kebaikan. Karena jika tidak demikian, kerusakan akan meluas. Dan Allah tidak menyukai kerusakan di bumi-Nya.

“Itu adalah ayat-ayat dari Allah, Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.”(QS. al-Baqarah [2]: 252)

Kisah di atas bukanlah dongeng atau cerita fiksi buatan manusia. Tetapi kisah nyata yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai tanda kerasulan dan membuktikan kekuasaan Allah yang tiada batas. Beliau sampaikan kisah tersebut kepada kita untuk dipercayai sebagai spirit menjemput kemenangan yang dijanjikan Allah, di depan mata. Kemenangan itu dekat. Raihlah dengan ikhtiar dan taat.

Catatan Kaki:
  1.  Lihat hadits Bukhari nomer 3407, riwayat Abu Hurairah. Imam Muslim dengan riwayat mirip dari Abu Hurairah (nomer 2372). Hadits yang sejenis juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya.
  2. Menurut kebanyakan pakar tafsir nabi yang dimaksud di sini adalah Samuel bin Bali bin Alqamah. (lihat dalam Tafsir Ibnu Katsir dan Qashash al-Anbiya’ Ibnu Katsir)
sumber http://www.dakwatuna.com/

Tadabbur Surat Al-Buruj (Gugusan Bintang): Para Penggali Parit

Ilustrasi-inet

Mukaddimah: Gugusan-Gugusan Bintang

Para ahli tafsir sepakat berpendapat bahwa bahwa surat al-Burûjditurunkan di Makkah setelah surat asy-Syams. Surat ini masih membahas dan menekankan masalah aqidah dan penguatan keyakinan tentang hari akhir. Di samping itu tambahan yang ada dalam surat ini selain pembahasan tersebut adalah tentang kisah ashabul ukhdud (para penggali parit) yaitu sebuah cerita tentang pengorbanan dan tebusan jiwa dalam mempertahankan akidah dan iman. Dalam surat ini Allah kembali bersumpah dengan langit ciptaan-Nya yang memiliki gugusan-gugusan bintang, tempat bintang-bintang berpusat dan beredar, serta demi hari yang telah dijanjikan-Nya yaitu hari kiamat, sekaligus menyampaikan kedahsyatan kekuasaan Allah yang tiada batas.

Kesaksian-Kesaksian

“Demi langit yang mempunyai gugusan bintang. Dan hari yang dijanjikan. Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan”. (QS. 85: 1-3)

Allah bersumpah dengan empat hal dalam surat ini.

Pertama, demi langit yang mempunyai gugusan-gugusan bintang. Langit yang luasnya hanya diketahui oleh-Nya itu memiliki gugusan, tempat semayam bintang-bintang yang menjadi penghias alam semesta sekaligus sebagai pelempar untuk setan-setan. Hal ini agar manusia berpikir bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah itu jelas, bisa dilihat dan dirasakan, kemudian bisa ditadabburi dan pada akhirnya diperintah untuk mengambil kesimpulan. Memang sampai saat ini tak ada yang bisa mencapai langit, bahkan melihatnya pun tidak sanggup. Namun, manusia bisa melihat dan memperhatikan bintang-bintang yang dijadikan Allah sebagai penghias langit dunia.

Kedua, Allah bersumpah dengan hari yang dijanjikan. Para ahli tafsir sepakat bahwa hari yang dimaksud dalam ayat ini adalah hari kiamat.

Ketiga dan keempat, Allah bersumpah dengan syâhid (yang menyaksikan) dan masyhûd (yang disaksikan). Ibnu Abbas, Hasan al-Bashry dan Said bin Jubair menafsirkan syâhid yaitu Allah dan masyhûdadalah yang selainnya.Sedangkan Mujahid dan Ikrimah berpendapat bahwa syâhid adalah manusia dan masyhûd adalah yang bisa dilihatnya. Dan Sahal bin Abdullah mengatakan bahwa syâhidadalah malaikat dan masyhûd adalah manusia dan amalnya . Hal tersebut juga sekaligus mengingatkan manusia akan adanya pengawasan dan pengadilan agung.

Sumpah-sumpah di atas terjawab dengan ayat keempat, “Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman” (QS. 85: 4-7)

Ayat ini berkisah tentang ashâbul ukhdûd (penggali parit) sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan at-Tirmizi dari riwayat sahabat Shuhaib ar-Rumy ra. Rasululullah bercerita tentang ashâbul ukhdûd, “Dahulu ada seorang raja yang memiliki penasehat seorang ahli sihir yang ternama. Usianya sudah sangat lanjut. Penyihir tersebut hendak mencari penerus dan pewaris ilmunya yang kelak akan menggantikan posisinya sebagai penasehat raja. Hingga didapatlah seorang anak laki-laki yang cerdas. Sayangnya sang anak tersebut (ghulam) sering berbeda pendapat dan perangai dengan sang penyihir tersebut. Di tengah jalan antara rumahnya dan istana, terdapat sebuah gua yang dihuni oleh seorang rahib. Setiap ghulam lewat tempat tersebut ia selalu bertanya beberapa hal kepada sang rahib. Hingga sang rahib mengaku bahwa dia menyembah Allah dan mengesakannya. Lambat laun Ghulam lebih suka berlama-lama di tempat rahib untuk belajar dan selalu terlambat datang ke tempat tukang sihir. Hingga suatu saat kerajaan memerintahkan menjemput ke rumah karena hampir saja ia tidak hadir pada suatu hari. Ghulam memberitahu perihal ini kepada rahib. Sang rahib menjawab mencarikan rasionalisasi: Jika penyihir itu bertanya di mana engkau, jawab saja aku ada di rumahku. Jika keluargamu menanyakan keberadaanmu maka beritahu mereka bahwa engkau berada di tempat penyihir. Suatu hari, ketika Ghulam sedang di jalan ia menjumpai sekelompok orang terhenti jalannya karena ada binatang buas (singa) yang menghalangi mereka. Ghulam segera mengambil batu dan berkata: Ya Allah jika yang dikatakan sang rahib benar maka izinkan aku membunuh binatang ini. Jika apa yang dikatakan sang penyihir yang benar maka aku meminta supaya engkau menggagalkanku membunuh binatang ini. Kemudian ia lempar batu tersebut dan binatang itu mati seketika. Orang-orang pun terperanjat setelah tahu bahwa anak kecil itu yang membunuhnya. Mereka berkata: anak itu tahu suatu ilmu yang tidak diketahui oleh orang lain. Hingga didengarlah oleh seorang pejabat kerajaan yang buta. Ia mendatangi ghulam dan berkata: Jika engkau kembalikan penglihatanku maka akan aku beri hadiah ini dan itu. Ghulam menjawab: Aku tak memerlukan itu dari Anda. Jika aku bisa mengembalikan penglihatanmu apakah engkau beriman kepada Dzat yang mengembalikan penglihatanmu? Dia menjawab: ya. Maka sang buta tersebut dapat melihat dan beriman pada ghulam. Berita ini tersiar sampai ke kerajaan. Hingga sang raja marah besar dan membunuhi siapa saja yang mengikuti ajaran sang ghulam. Hingga ditangkaplah sang rahib dan sang buta yang telah melihat. Mereka berdua dibunuh dengan sadis, yaitu dibelah badannya dengan gergaji. Ghulam yang ditangkap akhirnya dibawa ke atas gunung bersama beberapa tentara kerajaan untuk dilempar dari atas gunung. Namun, tak ada yang selamat dari atas gunung kecuali ghulam dan ia pun kembali. Sang raja memerintahkan untuk membawa ghulam ke tengah laut untuk dibuang di sana. Badai pun menyerang mereka. Tak ada yang selamat kecuali ghulam. Ia pun kembali lagi. Setiap makar yang dibuat untuk membunuhnya selalu gagal. Akhirnya ghulam berkata kepada sang raja: Engkau takkan bisa membunuhku kecuali dengan menyalibku di depan rakyatmu kemudian memanahku sambil berkata “bismillah rabbil ghulam” [dengan nama Allah Tuhan anak kecil ini]. Setelah disalib dan sang raja mengucapkan kata-kata tersebut dengan keras, panah yang meluncur dari busur sang raja itupun menancap di tubuh ghulam dan menewaskannya sebagai seorang syahid. Orang-orang di sekitarnya berkata: ghulam tahu ilmu yang tidak diketahui orang lain, kita harus beriman kepada Tuhannya. Sang raja murka dan memerintahkan untuk menggali parit dan menyalakan api. Barang siapa yang tak mau meninggalkan agamanya (agama ghulam) maka akan dilempar ke dalam parit yang menyala-nyala tersebut. Hingga ada seorang ibu yang menyusui anaknya sedang ragu-ragu. Sang bayi yang ada dalam buaiannya pun berkata meyakinkannya: Ibu, sabarlah. Sesungguhnya engkau berada dalam pihak yang benar ”.

Dalam peristiwa pembakaran dan pembunuhan kaum mukminin ini gugur sebagai syuhada ribuan orang-orang yang beriman kepada Allah. Raja Najran tersebut mengerahkan segala tentaranya untuk membunuh kaum beriman dengan cara membakar mereka hidup-hidup di dalam parit besar yang mereka sediakan. Mereka saling menyaksikan dan dengan bodohnya mereka melakukan kezhaliman. Hati nurani mereka yang jernih telah terkeruhkan oleh angkara dan nafsu kekuasaan.

Semena-Mena Terhadap Kaum Beriman

“Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha menyaksikan segala sesuatu” (QS. 85: 8-9)

Apa yang dilakukan oleh ashabul ukhdûd bukanlah sesuatu hal baru. Bani Israil bahkan membunuh dan mengejar-ngejar nabi-nabi dan rasul yang diutus Allah kepada mereka. Hal seperti ini akan terulang terus sepanjang waktu. Karena dalam realita akan selalu ada tokoh antagonis yang memusuhi risalah yang dibawa oleh utusan Allah dan diimani oleh orang-orang mukminin. Orang-orang kafir yang dengki dan iri tersebut tidaklah berbuat keji dan menyiksa kaum mukminin kecuali hanya karena keyakinan yang mereka pegang dengan sepenuh jiwa. Kaum mukminin tersebut disiksa hanya karena beriman pada Dzat Yang Esa, pemilik kerajaan langit dan bumi.

Hal ini juga dirasakan oleh para sahabat Nabi saw. as-sâbiqûn al-awwalûn pada periode Makkah. Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri tak luput dari intimidasi ini. Terlebih sepeninggal Khadijah ra. dan paman beliau Abu Thalib. Bani Tsaqif yang tadinya diharapkan mau melindungi beliau ternyata memusuhinya. Tua, muda, laki-laki, perempuan dari segala umur dikerahkan untuk melempari beliau. Hingga beliau terusir dari Thaif dengan tubuh berdarah-darah. Semoga Allah merahmati beliau –shallalLâhu ‘alaihi wa sallam- orang mulia yang tak pernah menyimpan dendam. Bahkan kepada mereka yang dengan tega memperlakukannya seperti di atas.

“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar”. (QS. 85: 10)

Orang-orang yang berlaku kejam dan aniaya terhadap orang-orang beriman seperti di atas kelak akan dibalas Allah dengan neraka yang lebih panas daya bakar dan apinya. Padahal Allah membuka pintu taubat. Dengan syarat taubat tersebut dilakukan sebelum diturunkannya adzab dan sebelum nyawa mereka dicabut oleh malaikat pencabut nyawa.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; Itulah keberuntungan yang besar”. (QS. 85: 11)

Sementara itu orang-orang yang bersabar dan mampu tsabat dalam mempertahankan akidahnya di tengah himpitan dan aniaya orang-orang jahat tersebut, bagi mereka balasan Allah yang tiada bandingannya. Orang-orang beriman itu akan dihadiahi Allah kebun-kebun yang sangat luas, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai yang jernih airnya. Itulah sebenar-benar kemenangan yang besar dan hakiki.

Kesempurnaan Sifat Dan Kekuasaan-Nya
Dzat yang bisa dan mampu berlaku apa saja terhadap orang-orang zhalim serta pasti memberikan balasan yang baik bagi hamba-Nya yang bersabar di atas adalah Dzat Yang Maha Sempurna yang tak memiliki kekurangan sedikitpun. Di dalam ayat ini disebutkan beberapa karakteristik yang sesuai dengan maqam cerita ashabulukhdud serta setting umat Islam pada periode Makkah yang sangat tertindas.

1. Sifat Pertama, “Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras”. (QS. 85: 12)

Penempatan sifat ini mungkin dimaksudkan sebagai peringatan keras bagi orang-orang zhalim. Sebagai ancaman sekaligus teguran, juga membuka peluang bagi mereka untuk bertaubat. Karena Dia sanggup menangguhkan adzab-Nya sekaligus membalas kekejaman orang-orang zhalim tersebut dengan balasan yang sangat pedih dan setimpal pula.

2. Sifat Kedua, “Sesungguhnya Dia-lah yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali)”. (QS. 85: 13)

Adapun penguasa hari kebangkitan sekaligus sang pencipta yang tak tertandingi ini adalah Dzat yang sanggup menciptakan apapun dari permulaannya. Apalagi sekadar mengembalikan dari yang pernah ada tentunya hal tersebut sangat mudah. Dan setelah dihidupkan lagi mereka semua menerima konsekuensinya. Yang baik akan dibalas dengan kebaikan dan yang buruk akan menerima pembalasan yang setimpal.

3. Sifat Ketiga, “Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”. (QS. 85: 14)

Luar biasa karunia dan kasih sayang-Nya. Betapapun ulah zhalim dan melampaui batas dari hamba-hamba-Nya, tapi Allah tak pernah sekalipun menutup pintu taubat-Nya. Allah selalu memanggil hamba-hamba-Nya. Setiap saat. Setiap hari di sepertiga malam terakhir. Siapa yang mendatangi-Nya dengan segala tadharru’ meski ia bergelimang dosa, Allah akan mengampuninya. Allah bahkan mengasihi semua makhluk-Nya. Tak memperdulikan keadaan mereka yang taat dan yang bejat, semuanya dibagi dan diberi rezeki yang sesuai. Subsidi kenikmatan-Nya tak pernah sedetik pun berhenti kepada para makhluk-Nya.

4. Sifat Keempat, “Yang mempunyai ‘Arsy, lagi Maha Mulia”. (QS. 85: 15)

Kelak sebagaimana janji-Nya kita akan bertemu dengan puncak kemuliaan, saat menjumpai-Nya di “singgasana”-Nya, di Arsy-Nya. Kita –allhumma amin- insya Allah akan diizinkan melihat dan berjumpa dengan Dzat Yang Maha Mulia ini. Yang kemuliaan dan sifat pendermanya tiada batas. Raja, penguasa yang ada di dunia ini mungkin bisa jadi sangat membanggakan istana dan singgasananya. Namun, hal itu tiada sebanding dengan Arsy-Nya yang luas dan dimuliakan seluruh penduduk langit.

5. Sifat Kelima, “Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya”. (QS. 85: 16)

Sangat layak -memang- jika Allah lah yang menyandang sifat ini. Dia yang maha berkehendak dan berkuasa berbuat apapun sesuai titah-Nya. Takkan ada yang sanggup mencegah keinginan-Nya.

Belajar dari Sejarah Masa Lalu

“Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang (yaitu kaum) Fir’aun dan (kaum) Tsamud?”.(QS. 85: 17-18)

Siapa yang tak mengenal Fir’aun ini. Penguasa yang sangat lalim dan keji serta menghalalkan apa saja untuk mempertahankan kekuasaannya. Meskipun ia berhasil membangun peradaban bangsanya sehingga dikenal oleh dunia sepanjang masa. Namun, kemegahan dan kejayaan yang dibangun di atas puing-puing derita dan kezhaliman takkan pernah membahagiakan pemiliknya. Allah akan binasakan orang-orang zhalim dan pongah seperti ini. Hingga saat ini, kita –seharusnya- bisa belajar dari kisah sejarah keangkuhan dan kesombongan ini. Megahnya peradaban Mesir kuno, tak banyak membawa manfaat bila para pelakunya zhalim dan mendurhakai Allah. Mereka tak kuasa melawan takdir Allah saat digulung air laut yang menelan mereka, Fir’aun dengan semua tentaranya dan segala keangkuhannya.

Juga Kaum Tsamud, kaum yang tak kalah cerdik dan pandainya. Kaum yang sangat kuat dan berperadaban paling maju di zamannya.

“… kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah”(QS. 7: 74)

Para pemahat gunung, seniman agung dan pemilik gedung-gedung raksasa dari bahan serba batu itu pun tak kuasa membendung kekuasaan Allah. Tidak dengan kepandaian mereka. Juga tidak dengan kekuatan fisik mereka yang melebihi orang-orang modern. Jika saat adzab tiba, saat pintu taubat telah tertutup mereka benar-benar menjumpai kebinasaannya. “Adapun kaum Tsamud, Maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa (sambaran petir dan suara yang memekakkan telinga)”. (QS. 69: 5)

Seharusnya dengan dua peristiwa tersebut membuat kita lebih bisa merenung dan berpikir bahwa ketika Allah masih memberi peluang kita mesti gunakan dengan sebaik-baiknya. Supaya kelak kita tidak terlalu menyesal karena kelalaian dan sifat yang suka menunda-nunda.

“Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan. Padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka”. (QS. 85: 19-20)

Sayangnya orang-orang kafir selalu ada. Orang-orang lalai dan terlena dengan dunia selalu saja memiliki pengikut dan pembela. Dan mereka selalu melecehkan ajakan berbuat baik dan bahkan membalikkannya dengan tuduhan keji dan hina. Mereka dengan sangat congkak mendustakan risalah kebenaran yang dibawa Rasul-Nya. Salah satu yang paling mereka dustakan adalah hari kiamat dan pembalasan.

Tidakkah mereka tahu bahwa Allah Maha Melihat dan Mendengar. Dzat yang serba maha tersebut tidak pernah lalai sedetikpun untuk memperhatikan semua gerak-gerik hamba-Nya. Bahkan sampai sesuatu yang terdetik dalam hati mereka Dia selalu mengetahuinya secara detil.

Imam al-Alusy mempunyai penakwilan yang menarik tentang ayat di atas. Kata “min wara’ihim” yang berarti dari belakang mereka, seolah menggambarkan sedemikian zhalimnya orang-orang yang mendustakan ajaran Allah di atas. Mereka membelakangi Allah, meletakkan ajaran Allah di belakang mereka dan selalu mengedepankan hawa nafsu dan dunia yang sangat mereka cintai melebihi segala-galanya.

Keberanian yang Melampaui Batas

Orang-orang yang digambarkan di atas sungguh berbuat apa saja dalam hidup mereka. Mereka bahkan sangat yakin bahwa hari akhir adalah sebuah mitos belaka. Karena itu mereka mendustakan hari akhir dan segala hal yang menjadi keniscayaannya, hari kehancuran, hari kebangkitan, hari penghitungan amal dan hisab serta kemudian hari pembalasan dan kesudahan dari segalanya. Dan… “bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Quran yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh” (QS. 85: 21-22)

Jika yang mereka dustakan dan mereka anggap mitos adalah Al-Quran, berarti sama saja dengan menuduh bahwa Allah adalah pembohong besar. Dan inilah petaka yang sangat besar karena mendatangkan kemurkaan Allah. Menuduh Allah dengan tuduhan keji dan sembarangan serta tanpa bukti sedikitpun. Dan mereka meremehkan perbuatan tersebut. Padahal kelak Allah akan mintai pertanggungjawaban dari semua tuduhan jahat tersebut.

Tahukah mereka bahwa yang mereka dustakan adalah kalam suci yang tersimpan di lauh mahfuzh. Menurut Ibnu Abbas luasnya melebihi luas langit dan bumi. Warnanya putih cemerlang, lembarannya terbuat dari permata yaqut merah yang mengkilat penanya adalah cahaya. Allah menengoknya dalam sehari 300 kali. Dia mencipta dan memberi rezeki. Dia menghidupkan dan mematikan. Dia memuliakan seseorang dan merendahkan yang lainnya. Dia melakukan semuanya sesuka-Nya, sesuai kehendak-Nya, tanpa ada yang menghalangi.

Semoga takdir kita yang termaktub dalam lauh mahfuzh sebagai hamba-hamba-Nya yang shalih dan dirahmati selalu oleh Allah, baik di dunia maupun kelak di akhirat. Amin.


Catatan Kaki:

[1] lihat: Jalaluddin as-Suyuthi, al-Itqân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2004 M/1425 H, hlm. 20-22; Badruddin az-Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân, Beirut: Darul Fikr, Cet.I, 1988 M/1408 H, Vol.1, hlm. 249. Prof. Dr. Jum’ah Ali Abd. Qadir,Ma’âlim Suar al-Qur’ân, Cairo: Universitas al-Azhar, cet.I, 2004 M/1424 H, vol.2, hlm.778

[2] akan dikisahkan lebih lanjut ketika menadabburi ayat ke 4-7 dalam surat ini.

[3] Muhammad Ali ash-Shabuny, Ijâzu al-Bayân fi Suar al-Qur’an, tt: Dar Ali Ash-Shabuny, 1986 M-1406 H, hlm. 289-290

[4] sebagaimana dalam QS. Al-Mulk: 5

[5] al-Baghawy, Ma’alim at-Tanzil, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2004 M-1424 H, Vol.IV, hlm. 436. Lihat juga: Muhammad bin Ahmad al-Qurthuby, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, Cairo: Darul Hadits, 2002 M-1423 H, Vol.X, hlm. 236

[6] Ibnu Jarir ath-Thabary, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayy al-Qur’an, ta’liq: Muhammad Syakir, Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-Araby, Cet.I, 2001 M-1421 H, Vol.XXX, hlm.160)

[7] Sahal bin Abdullah at-Tustary, Tafsir at-Tustary, ta’liq: Muhammad Basil, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2002 M-1423 H, hlm. 191, dinukil oleh Abu Abdirrahman As-Sulamy dalam tafsirnyaHaqa’iq at-Tafsir, tahqiq: Sayyed Imran, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2001 M-1421 H, Vol.II, hlm. 385.

[8] Diriwayatkan Imam Muslim dalam Kitab az-Zuhd wa ar-Raqaiq, Bab Qishah Ashabul Ukhdud, nomer hadits: 3005 (Muhyiddin bin Syarah an-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawy, Cairo: Darul Hadits, Cet.I, 1994 M-1415 H, Vol.IX, hlm. 357-359)

[9] Juga diriwayatkan oleh Imam at-Tirmizi dalam Kitab Tafsir al-Qur’an, Bab wa min Surah al-Buruj, hadits nomer 3340. Beliau berkata: ini hadits hasan gharib. (Sunan at-Tirmizi, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiah, Cet.I, 2003 M-1424 H, hlm. 771)

[10] Raja dari Najran, di Negeri Yaman, sebagian pendapat ada yang mengatakan peritiwa ini terjadi di Habsyah (Ethiopia), pendapat pertama lebih kuat.

[11] dinukil oleh Syihabuddin al-Alusy, Ruhul Maany, Beirut: Darul Fikr, 1997 M/1417 H, Vol. XXX. hlm. 157-158. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Imam Nasa’i dalam Sunannya, sebagaimana dinukil Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, Cairo: al-Maktab Ats-Tsaqafi, Cet.I, 2001, Vol.IV, hlm. 496-497

[12] Ada yang mengatakan 12 ribu, apa pendapat yang menyatakan 70 ribu. Tapi tak satu pun riwayat yang menyebutkan jumlah di atas shahih. (Ruhul Ma’any, Op.Cit, hlm. 161)

[13] Dr. Manal Abu Hasan, Meniti Jalan Taubat, penerjemah M. Hikam, dkk, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008, hlm. 142

[14] Ruhul Ma’any, Op.Cit, hlm. 167

[15] Tafsir Ibnu Katsir, Op.Cit, hlm. 500

sumber http://www.dakwatuna.com/

Seks Menurunkan Tekanan Darah bagi Pria

Manfaat kesehatan seks memang sangat sulit dipahami oleh masyarakat. Tanpa diragukan lagi kegiatan yang sangat menyenangkan dan memiliki manfaat kesehatan yang besar ini bagi para pria. Seks jugamenurunkan tekanan darah bagi pria, selain itu, manfaat lainnya adalah:
Sebagai olahraga kecil. Para ilmuwan di University of Quebec di Kanada menemukan bahwa kegiatan seksual yang efektif dalam membakar kalori jika dibandingkan dengan latihan berat. Mereka menemukan bahwa pria membakar sekitar 4,2 kalori per menit, kira-kira setara dengan bersepeda atau bermain tenis ganda. Mengingat itu jauh lebih menyenangkan daripada berjalan di atas treadmill, kalau begitu tidak ada alasan mengapa Anda tidak lebih sering melompat ke tempat tidur, dan lakukanlah!
  • Seks membuat bahagia. Sebuah penelitian oleh sosiolog di University of Colorado menemukan bahwa kita merasa lebih bahagia ketika melakukan lebih banyak seks. Mereka yang melakukan hubungan seks setidaknya dua sampai tiga kali sebulan, 33 persen lebih mungkin lebih bahagia daripada yang tidak berhubungan seks selama 12 bulan. Sementara mereka yang melakukan hubungan seks seminggu sekali, 44 persen lebih tinggi tingkat kebahagiaannya.
  • Meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Sebuah penelitian yang dilakukan di Wilkes University, Pennsylvania, menemukan bahwa orang-orang yang melakukan hubungan seks lebih teratur memiliki kadar 30 persen lebih tinggi antigen imunoglobolin A dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan hubungan seks. Sistem kekebalan tubuh mencegah kita dari pilek dan flu.
  • Menurunkan tekanan darah. Ada hubungan yang pasti antara seks dan menurunkan tekanan darah. Joseph J. Pinzone, MD mengatakan salah satu penelitian penting bahwa hubungan seksual secara khusus (bukan masturbasi) menurunkan tekanan darah sistolik.
  • Membantu tidur lebih baik. Endorfin adalah salah satu hormon yang penting. Ketika endorfin dilepaskan maka kita merasa bahagia, kita bisa mengalahkan hambatan fisik sehingga membantu tidur lebih baik. Juga hormon prolaktin dilepaskan, yang kadarnya lebih tinggi secara alami ketika sedang tidur, menunjukkan bahwa di bawah selimut akan membantu kita tidur lebih baik.
  • Membuat lebih cerdas. Para ilmuwan di Melbourne telah menemukan bahwa berhubungan seks membantu meningkatkan kinerja mental dan meningkatkan produksi neuron di hippocampus, bagian dari otak yang membuat memori jangka panjang.
sumber http://intisari-online.com/

Ingin Cepat Hamil? Lakukanlah Hubungan Seks dengan Benar



Berhubungan seks secara rutin bukanlah cara yang tepat untuk pasangan yang ingin memiliki anak. Justru hubungan seks yang benar, dengan interval hubungan seks yang jaranglah yang mampu membuat pasangan segera memiliki anak.

Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Budi Wiweko mengatakan, pasangan sebenarnya tak perlu setiap hari berhubungan seksual agar cepat mendapat keturunan.

"Hubungan seksual yang benar itu 2 sampai 3 kali seminggu. Intervalnya, 2 sampai 3 hari. Jadi bukan 2 sampai 3 kali sehari (berhubungan seksual)," terang Budi dalam diskusi di Jakarta, Selasa (16/12/201).

Produksi sperma yang cukup, umumnya terjadi dalam waktu tiga hari sekali. Untuk itu, berhubungan seksual sebaiknya tiap 2 atau 3 hari sekali. Pembuahan dapat terjadi dengan cepat jika sperma bertemu sel telur saat masa kesuburan wanita.

Selain itu, hubungan seksual yang benar adalah terjadi penetrasi dari penis pria ke vagina wanita, ejakulasi, dan orgasme. Menurut Budi, jika hal ini tidak terjadi sebaiknya dibicarakan pada dokter.

"Ini kadang masih menjadi hal yang tabu bagi pasangan. Saat konsultasi, bicarakan saja pada dokter jika misalnya tidak terjadi penetrasi," kata Budi.

Budi menyarankan, bercintalah dengan rileks dan tanpa beban. Hindari pikiran stres saat berhubungan seksual. Jika belum hamil setelah lebih dari satu tahun melakukan hubungan seksual yang benar, pasangan sebaiknya memeriksakan kesuburannya ke dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Ketidaksuburan bisa terjadi karena beberapa faktor, baik dari pria maupun wanita.

Ketidaksuburan pada pria diantaranya, kualitas sperma yang buruk dan masalah pada testis. Sedangkan pada wanita, yaitu masalah pematangan sel telur, sumbatan saluran telur, dan adanya kista cokelat.

sumber http://intisari-online.com/

Saham Facebook Mencetak Rekor Tertinggi di Akhir Tahun



Saham Facebook tertinggi di akhir tahun. Saham Facebook mencetak rekor dengan mendapatkan $88.89, meningkat 2.5% dalam hari Senin waktu Amerika Serikat.

Saham Facebook tertinggi di akhir tahun. Market cap Facebook lalu meningkat menjadi $230 miliar. Naiknya saham Facebook karena pasar saham sedang menguat, rata-rata Dow Jones Industrial Average naik 0.47%. Sementara Instagram kini nilainya $35 miliar, naik $1 miliar ketika dibeli Facebook tahun 2012. Instagram sendiri sudah punya 300 juta pengguna dan mendukung keuntungan Facebook.
Saham Facebook tertinggi di akhir tahun.

Dua tahun lalu Facebook membuka IPO dengan $38 per saham dan masih dianggap anak bawang, namun nilainya terus merangkak karena Facebook dianggap mampu memberikan inovasi sehingga bisa terus bertahan. Jumlah iklan mobile juga meningkat dan membuat Facebook terus meraup untung.

Facebook kini nomor dua setelah Google untuk pasar iklan mobile menurut emarketer dan saham Facebook tertinggi di akhir tahun. Diperkirakan 8% dari $140 miliar yang beredar untuk iklan mobile sudah diraup facebook. (Mashable)

sumber http://intisari-online.com/